Pelabuhan Hati
Thursday, March 27, 2008
Just want to write it
atas sesuatu yang kau sendiri tak tahu untuk apa.
Tapi percayalah,
waktu kan mengantarmu menuju jawab dari tanyamu
dan mengenalkanmu pada arti pengorbanan
Hingga kau kan mengerti, atas dasar apa kau bertahan
Ada saat dimana kau harus melangkah
untuk sesuatu yang kau yakini benar adanya,
meski orang lain tak habis mengerti terhadapmu.
Namun percayalah,
keyakinanmu kan membawamu pada labuhan mimpimu
dan membantumu menyelami hakikat perjuangan
Hingga kan kau dapati,
kedamaian dan kebahagiaan tlah bersemayam dalam jiwamu
Dan apapun yang kau hadapi,
smua kan menjadi indah bagi hatimu
Monday, March 24, 2008
Hujan dan lampu jalan
Diantara bising senja persimpangan
Diantara kesemarakan yang absurd
Kutemukan sisi lain kota ini yang begitu indah
Selain kilau mentari paginya yang kadang kemerahan kadang keemasan
Selain selimut kabut yang membuat kota ini nampak seperti sketsa kota di atas awan
Disana ...
Di bawah sorot lampu jalan,
saat senja menyibak tirai malam
saat gerimis mulai menghujan
Cobalah tengadahkan wajah
Kan kau lihat keindahan itu.
Saat titik-titiik air hujan tertimpa cahaya emas lampu jalan,
Dan menjelma menjadi kristal-kristal yang berjatuhan menerpa wajahmu.
Indah ... indah sekali
Lebih indah dari hasil rancang bangun arsitek-arsitek masa kini
Yang menyuguhkan kemegahan, menawan, namun ... angkuh
Indah ... sungguh indah
Keindahan yang mampu sejenak menepikan kesemrawutan yang berlaku di sekelilingnya
Keindahan yang tak terkata
Hasil sinergi cantik, hujan dan lampu jalan
Sempurna ... namun tetap bersahaja
Wednesday, March 19, 2008
Keping yang terlupa
Ada ngilu yang menggigit
Menusuk … dalam
Ke ulu hati, ke sumsum tulang
Seiring jejak-jejak pengkhianatan yang masih samar
Dan Ketulusan yang perlahan meruap, menyublim, menyatu dengan udara
Denting fajar dini hari meluruh dalam tafakur jiwa
Lama nian tak terdengar sapa bagi sisi jiwa yang sedikit terlupa
Hening yang terjaga, seolah berlari menerobos waktu dan ruang
Tergigil menyuarakan sesal, sembari terpatah mengucap sapa
Apa kabar, Cinta ???
:sahabat, selalu, selamanya
Tuesday, March 18, 2008
Kurva Rasa
Pastinya pernah, tak terkecuali saya.
Kalo boleh menggambarkan, perjalanan rasa suka itu ibarat sebuah kurva normal. Ada permulaan, kemudian semakin naik hingga mencapai puncaknya, setelah itu mulai berkurang hingga menuju limit.
Itu secara umum. Tentunya tiap orang mempunyai bentuk kurva masing-masing. Ada yang jarak mula hingga puncaknya kecil, ada pula yang jarak puncak dengan akhirnya yang kecil. Ada yang titik akhirnya berupa limit x mendekati tak hingga (artinya rasa suka itu tetap selalu ada seberapapun kadarnya, bahkan meski itu sejumlah 0,00000001 %), ada yang benar-benar terhenti di titik x = 0 (artinya terjadi netralisasi terhadap rasa sehingga kembali ke titik nol. Gampangannyan, ga suka, juga ga benci. Biasa aja gitu), dan adapula yang sampai limit x mendekati minus tak hingga (maksudnya terjadi invers rasa, dari suka menjadi benci).
Menurut saya, adanya perjalanan rasa itu merupakan rangkaian ujian, dimana seseorang dikatakan lulus jika ia mampu menjalani mili demi mili kurva itu dengan "selamat" tanpa membuat dirinya melewati batas aturan yang sudah ada. Jadi yang harus dilakukan adalah menjaga agar sepanjang perjalanan itu, terutama saat berada di puncak kurva, kita masih tetap bisa "sadar", tidak terhanyut perasaan, mampu menguasai keadaan, dan bisa mengendalikan diri. Dan itu bukan perkara mudah.
Sejauh ingatan saya, saya belum bisa lulus 100% dalam ujian semacam ini. Kalau diprosentase mungkin baru sekitar 60-75%.
Masih menurut saya, salah satu indikasi lulus yang qualified adalah ketika ia bisa melindungi dan membentengi rasa itu dari indra orang lain (baik mata, telinga atau indra lainnya), sehingga dari awal hingga ke akhirnya, hanya Allah dan dia sendiri yang tahu. Adanya pihak ketiga yang tahu, secara implisit menunjukkan kurangnya pengendalian diri kita.
Saya cukup salut jika ada yang seperti itu, karena saya sendiri belum pernah mencapai tahap ini. Selalu saja ada saat dimana kontrol diri menjadi lemah dan rasa itu mengambil alih kendali diri, sehingga tanpa sadar melakukan hal-hal konyol yang sebenarnya ga perlu dilakukan. Jadinya ya ... ketahuan. Padahal sudah sekuat tenaga melindunginya dari pengamatan, pendengaran maupun perasaan orang lain.
Kadang juga suka mencari-cari celah, mengakali diri sendiri, memberi toleransi dan pemakluman yang berlebihan pada diri sendiri. Yah begitulah.
Mungkin itulah sebabnya, meski sejak usia belasan saya sudah memohon-mohon pada Allah agar tak lagi diberi ujian seperti ini, tapi hingga kepala dua saya masih tetap diuji dengan hal ini.
Apakah karena saya nggak dewasa-dewasa dalam masalah ini, sehingga ga lulus-lulus ujian ?
wallahu a'lam
Harapan kedepannya, dalam jeda-jeda waktu menanti hadirnya orang yang tepat pada saat yang tepat itu, ga lagi dipusingkan dengan ujian seperti ini. Dan perjalanan rasa itu tak lagi berbentuk kurva normal, tapi menjelma menjadi kurva infinity. Tak hingga, tak ada akhir.
Tulisan yang sok ilmiah, tapi sebenarnya nggak ada ilmiah-ilmiahnya sama sekali.
Ditulis semata berdasarkan pengembaraan fikir dan rasa
Sunday, March 16, 2008
Masa Lalu
sehingga apa yang kita alami hari ini akan kita alami lagi di masa datang, apa yang kita temui di masa lalu, akan kita temui di masa kini, dst, dst.
Begitukah ???
Entahlah
Akhir-akhir ini, banyak serpih-serpih masa lalu yang bertebaran di jalan yang kini kulalui. Sebagiannya menimbulkan cemas dan resah, menghadirkan kembali berbagai suasana yang sempat menghampiri : luka, getir, rindu, marah, kecewa.
Tak urung melahirkan tanya di hati.
"Ada apa ini ?"
Mungkin memang ada yang harus diselesaikan. Ada hutang yang belum dibayar, ada hati yang belum mengikhlaskan, ada amanah yang belum tertunaikan, ada maaf yang belum tersampaikan atau ada jiwa yang belum lapang memaafkan.
Apapun itu, hadapi saja apa yang memang harus dihadapi.
Rendezvous dengan waktu ... moga ia tak menyulut prahara yang memberi gerah bagi jiwa.
Mimpi dan dunia
Kala itu, aku hanya bisa tersenyum. Getir.
Andai kau tahu, akupun punya mimpi yang sama. Tapi kemudian aku memutuskan untuk mengemasinya sebelum ia terserak terlalu jauh. Bukankah bermimpipun harus dengan menakar realitas yang ada ?
Ironis memang. Mimpi yang sama, ketika dimiliki oleh orang yang berbeda, hasilnya akan berbeda pula. Bak elang dan kupu-kupu yang sama-sama ingin menaklukkan Himalaya. Bagi sebagiannnya itu sebuah kemungkinan, sedang bagi sebagian lainnya ia tampak seperti kemustahilan.
Hatiku berdebat sendiri, sementara kau masih bersemangat melukiskan mimpimu padaku.
Seiring bergulirnya roda kehidupan dan bergantinya musim yang berwarna, aku menyadari bahwa hari itu, saat kau lukiskan mimpimu, saat aku berdebat dengan diriku, ada satu hal yang kulupakan.
Bahwa hidup bukanlah perhitungan matematika. Banyak hal yang tak terduga, banyak keajaiban yang menjelma, dan yang pasti, ada satu kekuatan besar di luar kekuatan manusia yang mampu menjadikan hal yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Karena itu ...
"Bermimpilah ... karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu itu "
- Arai- (Edensor, p.34)
Thursday, March 06, 2008
Pelangi, hujan dan mentari
Saat hujan menggerimis
Dan mentari menyibak tirai hujan
dengan sinarnya
Tuesday, March 04, 2008
Cinta dari Borneo
Ketentraman bukan semata berdiam diri, tapi justru dengan terus mencari cintaNya dalam setiap episode takdir
Selamat berjuang ditempat yang baru. Luv u."
Kalimat itu menyapaku di temaramnya malam yang begitu letih. Saat aku menapakkan kaki-kaki kecilku di bawah cahaya ribuan lampu dari gedung-gedung pencakar langit di sekitarku.
Serasa ada kesejukan dan keharuan yang mengalir. Saat lelah tlah hampir menumbangkanku, kalimat itu membuatku berkata "Ya !!! aku bisa !!! Dengan izinmu ya Allah, aku disini, kan mampu bertahan !!!"
Entah kenapa, tiap kali beliau bertutur, ada hikmah yang kuperoleh. Dan selalu ... ada suntikan semangat bagiku tuk lebih tegar menjalani hidup.
Meski luasnya lautan menghamparkan jarak, namun seorang "mbak" tetaplah selalu mempunyai tempat tersendiri di hati "adik"nya.
Sepenuh sayang dan terima kasih
tuk mIef&kelg nun di Borneo