Pelabuhan Hati
Friday, December 22, 2006
Senandung untuk Ibu
Ibuku … oh Ibu
Betapa ikhlas kau menyayangiku
Jiwamu tulus memeliharaku
Tiada mengharap balasanku
Ya Allah tuhanku …
Bukakanlah pintu ampunanMu
Sinarilah ia dengan rahmatMu
Ia merawatku sejak kecilku
Oh Ibu …
Kini aku jauh darimu
Ingin ku luruh di pangkuanmu
Rengkuhlah aku dalam doa malamu
Smoga Dia membimbing langkahku
Oh Ibu …
Kini air mataku berderai
Rindu belai kasih sayangmu
Dengan ketulusan hati yang dalam
Maafkanlah anakmu ini ………
Nasyid Jadul, punya Bijak, judul "Ibu"
Episode menakjubkan sang mujahidah
Sosok itu berdiri mematung dihamparan lautan pasir yang Maha Luas, menatap punggung suaminya yang perlahan menjauh.
"Mengapa kau tinggalkan kami disini ?"
Senyap tiada jawaban.
"Mengapa kau tinggalkan kami disini ?"
Kembali tanya itu menyapa kehampaan.
"Apakah ini adalah perintah Allah ???"
Sang suami mengangguk, tanpa menoleh. Ia sadar, jika dia memalingkan wajahnya ke belakang, ia tak
"Baiklah, jika ini adalah perintah Allah, maka Allah tak akan menyia-nyiakan kami".
Sebuah jawaban yang menyiratkan kepasrahan total dan keyakinan yang luar biasa kuat kepada Allah SWT.
Bagaikan mendapatkan oase di tengah gurun, kata-kata istrinya mampu menenangkannya dan menguatkan langkahnya untuk menjalankan amanah yang begitu beratnya.
Lalu kisahpun dimulai, bagaimana beratnya perjuangan Ibunda Hajar dan Ismail untuk bertahan di tempat tersebut. Hingga akhirnya Allah berkenan mengabadikan perjuangan beliau menjadi rukun haji, sebagai penghargaan atas keikhlasan dan kesabaran beliau dalam menjalani perintah dan ketetapan Allah.
Dari beliau terlahir putra-putra yang sholih, yang nantinya akan melahirkan manusia agung, penghulu para anbiya, Muhammad Rasulullah ...
***
Beberapa kurun setelah itu ...
Di sebuah rumah tua di salah satu sudut
Kesulitan ekonomi yang mendera membuat sang ibu berpikir, bagaimana caranya agar keuntungan dari hasil jualannya bisa bertambah. Iapun berkata pada anak gadisnya
"Campurlah susu itu dengan air, supaya keuntungan kita bisa bertambah"
Sang anak menjawab,
"Bukankah Khalifah kita melarang untuk mencapur susu dengan air ?"
"Tidak apa-apa, toh khalifah tidak akan tahu"
Dengan bijak sang anak kembali menjawab,
"Ibu, khalifah memang tidak akan mengetahui perbuatan kita, tapi Tuhan Khalifah Umar pasti akan mengetahui".
Khalifah yang mendengar percakapan tersebut, begitu tersentuh dengan sikap yang dimiliki sang gadis. Beliau akhirnya menikahkan anak gadis tersebut dengan putra beliau. Dan dari keturunan keluarga tersebut kelak lahir seorang khalifah yang bijaksana, dimana pada masa pemerintahannya, masyarakat sampai kebingungan untuk membagikan zakat, karena memang selurut rakyatnya sudah sejahtera. Dialah Umar Bin Abdul Aziz.
Yah ... sejarah telah mencatat bagaimana sosok ibu, begitu berperan dalam membentuk keluarga yang sakinah sehingga mampu menghasilkan generasi-generasi muda Islam yang Rabbani.
Sungguh ... dunia takkan mampu menafikkan perjuangan dan pengorbanan dari seorang ibu.
Ibu ... kan selalu menjadi simbol kasih sayang yang tiada terputus, bagai air yang selalu mengalir, bagai udara yang senantiasa berhembus, bagai mentari yang tak pernah lelah menyinari, kini ... nanti ... dan selamanya.
Sepenuh cinta untuk seluruh ibu di seluruh dunia
Happy Mothers day
Thursday, December 07, 2006
Tentang Luka
Menebarkan perih di tiap tapaknya
Luka kala meluka
Seluka ... luka karna diluka
Saat jiwa tak ingin diluka
Sungguh .. diripun tak ingin meluka
Namun luka tlah tercipta
Seiring awan yang perlahan kelabu
Menjadi gerimis yang membasahi sanubari
Hadirkan keheningan yang begitu senyap
Luka tetaplah luka
Karna luka adalah luka
Yang mampu hitamkan pelangi
Pun mampu redupkan mentari
Lalu ... Bilakah luka kan sirna ?
Hanya kebesaran hati dan kelapangan jiwa
Kan mampu menawar perihnya
Moga masih tersisa maaf
Bagi jiwa yang tlah menebar luka
Asif ...
Untuk Pertiwiku
Mentari senja tebarkan kilau keemasan di persada Daksinarga
Sinarnya menampar dinding-dinding tebing yang kokoh menjulang
Pepohon berjajar sepanjang titian yang terbentang membelah kerasnya cadas
Kering ... Meranggas ...
Siratkan kerinduan akan hujan yang tiada kunjung menyapa
Hamparan pematang tersusun berundak mengikuti lekuk bumi yang menanjak
Sepoi bayu yang terkadang garang, sesekali terayun turut meramaikan suasana
Bumiku ... Daksinarga
Tempat pertama, kaki kecilku mulai menapak
Mereguk keceriaan masa kecil yang tak tergantikan
Merangkai cita bersama biru langitnya yang begitu damai
Memupuk asa dalam rimbun belantaranya
Melabuh harap bersama debur ombaknya yang tak kenal henti
Menempa jiwa di kerasnya karang dan bebatuan
Memahat mimpi diantara baris-baris bebukitan
Bersamanya tlah terukir kisah di separuh perjalananku
Bumiku ... Pertiwiku
Selamanya kan menjadi tautan rinduku
Menggema seiring kata yang terlantun di tiap pijakku
Daksinarga Bumiputra
(perjalananPulang ,30/9)
Monday, December 04, 2006
Ia yang tak bernama
Ikhtiar tlah dilakukan, namun semua masih berupa ketidak jelasan.
Ada ketakutan untuk mengetahui tentang apa yang sebenarnya terjadi di dalam diri. Ketakutan akan sebuah kenyataan yang sangat tidak kita kehendaki adanya, meski tanda-tanda mulai mengarah ke sebuah kesimpulan.
Lama kelamaan, keberadaannya mulai bisa diterima. Diripun mulai beradaptasi dan mencoba mengenali faktor pemicunya dan bilamana ia datang.
Fisik yang terlalu lelah, fikiran yang diforsir berlebih, panas yang terik, pola makan yang tidak teratur, semua bisa memicu datangnya.
Kadang terasa berat menjalaninya, tapi tak apalah. Apa yang dirasa saat ini belum seberapa jika dibandingkan dengan apa yang kelak akan dihadapi oleh diri di hadapan Rabb Pemilik Diri.
Nyeri itu masih terasa, menggelayuti kepala dan menyesakkan dada.
Adanya pun menjadi semakin berarti, kala di setiap hadirnya, ia mampu menginsyafkan diri, akan Rabbnya, akan hal apa ia dicipta, akan siapa sejatinya ia, akan kekhilafan-kekhilafannya, akan usia yang tiada mampu terduga ...
Biarlah ia tunaikan amanahNya, karena ia adalah juga makhlukNya, bagian dari ayat-ayat cinta dariNya, tanda bukti kekuasaanNya bagi siapa yang mampu memberi makna.
Biarlah ia sebagaimana adanya, jika dengan adanya, ia mampu menjadikan diri lebih dekat dengan Rabbnya.
Teriring ikhtiar dan doa untuk 'sesuatu' yang tiada bernama