Pelabuhan Hati

Wednesday, October 24, 2007

Sepenggal pagi (Sebuah deskripsi)

Suatu pagi di hari-hari terakhir ramadhan ...
Suasana pagi menjelang siang yang begitu terik memaksaku untuk memarkir kendaraan dan mencari tempat berteduh.
“Ndherek lenggah nggih mbah …”, ucapku pada seorang nenek yang menggelar dagangannya di depan emper sebuah toko kelontong.
Kupasang sebuah plastik hitam lusuh sebagai alas dudukku.
Suasana pasar sekaligus terminal ini lebih ramai dari biasanya.Dipenuhi oleh mereka yang ingin melengkapi kebutuhan menjelang lebaran.
Akupun mulai menikmati hiruk pikuk yang ada.
Beberapa pengamen telah berlalu menawarkan suara yang ala kadarnya.
Pedagang taplak meja keliling menawarkan dagangannya dengan harga 2000/m. Seorang pedagang mainan tengah memasukkan baterai kedalam sebuah blender mainan,sedang seorang anak kecil mengamati dengan seksama bersama sang ayah di sampingnya. Pada akhirnya, anak laki-laki tersebut lebih memilih sebuah pedang mainan daripada blender kecil tersebut.
Seorang kuli panggul berteriak meminta keluangan jalan diantara berjubelnya pengunjung.
Ibu paruh baya yang duduk tak jauh dari tempatku menunjukkan euphorbia seharga 5 ribunya kepadaku. Tanaman yang saat ini banyak disuka itu terlihat layu dengan bunga yang tlah berwarna kekuningan dan saat kupegang batangnya,sepertinya ia hanyalah sebuah batang beserta bunga yang ditancapkan pada medium tanam berupa tanah dan pupuk. Artinya, tanpa akar, kemungkinannya bertahan hidup kecil sekali.
“Semoga saja bukan pasangan ya, Mbak”.
Ucapnya seolah ingin meyakinkan diri, meski sepertinya beliaupun sudah curiga bahwa bunga itu hanya pasangan.
Aku tersenyum getir mendengarnya, tak sampai hati menyatakan asumsiku.
Tak lama berselang, terdengar senandung parau sebuah lagu yang terkenal di era 90-an dulu.
“Kusangka kan panas berpanjangaaaannnn …”
Pemilik suara itu … Aku masih ingat, dulu saat seragam biru putih masih kupakai, ia sering terlihat di terminal ini. Seorang anak kecil berusia sekitar 4 tahun dibawahku dengan topi dan sebatang sapu bergagang patah ditangannya. Setahuku, tugasnya adalah mengapu dan membersihkan angkutan umum yang singgah di terminal.Entah apakah ia sempat mengenyam bangku sekolah atau tidak. Yang kutahu saat ini, 8 tahun kemudian dia masih di terminal ini, masih dengan topinya.
Entah bagaimana perjalanan hidupnya. Tapi sepertinya ia terlihat begitu menikmati hidup. Satu pelajaran, Orang yang tidak bergelimang harta bukan berarti hidupnya tidak bahagia dan tidak bisa menikmati hidup. Toh kebahagiaan tidak bergantung pada banyak sedikitnya harta.
Di sebelah toko kelontong, seorang pedagang mie ayam terlihat sibuk melayani pembeli. Kata teman SDku dulu, mie ayam di warung itu adalah mie ayam terenak seantero pasar. Dan kini, warung itu masih berdiri, lengkap dengan mie ayamnya dan pedagang yang sama.
Jadi tersadar akan satu hal.
Diantara berbagai dinamika dan perubahan yang ada, ternyata masih ada yang tetap tidak berubah.
Teringat pada seorang pedagang es cendol keliling favoritku zaman SD dulu. Bukan karena penjualnya, tapi karena esnya yang enak (:D). Saat ini ia masih setia dengan jualannya, berjalan keliling dengan gerobak birunya, dengan toples-toples berisi mutiara, santan dan legennya. Dan ternyata bukan hanya beliau, tapi ada bapak penjual es dong-dong, bapak tukang cukur, mbokdhe Bakul jenang dan banyak lagi.
Semua masih sama.
Jadi bertanya-tanya, “Kenapa ya ???”
Apakah karena memang sudah merasa cukup (qanaah) dengan apa yang ada ? Atau karena begitu mencintai profesinya ? Atau karena tidak ingin mencoba sesuatu yang baru? Atau mungkin karena tidak ada pilihan lain ? Ataukah ini yang dinamakan nasib ?
Wah … kok malah bermain-main dengan asumsi.
Entahlah, waLLahu a’Lam.
Yang jelas, pastilah ada alasan hingga seseorang memutuskan untuk tetap bertahan dalam posisinya.
Lalu bagaimana denganku sendiri ???
Apa saja yang tlah berubah dan mana yang masih tetap sama ???
Sepertinya perlu introspeksi lagi.

Terlalu asyik mengamati, merasa dan berpikir, tak terasa jarum panjang telah berputar lebih dari 360 derajat, artinya 1 jam lebih aku duduk disini, dibawah sebatang pohon kecil, diatas tanah beralas plastik hitam lusuh, disebelah nenek penjual kain yang menggelar dagangannya di depan emper sebuah toko kelontong. Sebuah kesempatan unik yang jarang sekali terjadi.
Suasana teriklah yang kemudian membuatku merasa mulai jenuh.
Wanita separuh baya yang biasa kupanggil 'Ibu', tak kunjung menampakkan diri. Mungkinkah sudah lebih dulu kembali pulang ???
Saat memutuskan untuk beranjak pulang, tiba-tiba muncul satu masalah.
Akhirnya dengan terpaksa berucap,
"Mas, nek mbayare parkir mangke kepripun ? mmm ... anu ... Kula ... mboten mbekta arta ...".
Hhhffffff
posted by Nda^_^ at 8:30 AM

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

Opick - Cahaya Hati.mp3

get more free mp3 & video codes at www.musik-live.net